Sejak kecil aku dan ke dua adikku dirawat oleh nenek dan kakekku. Mereka sangat sabar dan apa adanya, tidak pernah menuntut cucu-cucunya ini dan itu. Asal mau sekolah dan ngaji mereka sudah senang. Lebih-lebih jika aku ikut orang-orang desa untuk mencari ikan sisa disawah orang yang sedang panen. Ya, dari kecil aku sudah senang ikut orang-orang untuk mencari ikan sisa panenan orang. Setelah pulang sekolah, aku dan tetangga beserta adikku yang nomer dua biasa ikut mencari ikan disawah. Entah itu ada atau tidaknya orang yang sedang panen kita selalu melihat. Jika tidak ada, kita bisa memanfaatkan apapun yang ada disana untuk dibawah pulang, asal bukan milik orang lain.
Sayur kangkung yang biasa kita ambil dikali sebelah sawah orang. Terkadang daun singkong milik orang disawah yang dengan izinnya kita bisa mengambilnya. Atau kepiting sawah yang berkeliaran dijalanan sawah bisa juga kita manfaatkan untuk lauk dirumah. Keluargaku memang apa adanya. Pernah disuatu hari kami tidak mempunyai uang sama sekali. Orang tuaku yang bekerja di Malaysia belum bisa mengirim uang ke kita. Akhirnya biaya sekolah kita nyicil berkali-kali hingga lunas. Terkadang aku tidak diberi uang jajan karena nenekku tidak punya uang sama sekali. Jangankan uang jajan, untuk makan saja kita harus mencari hutangan ke orang lain.
Hari-hariku penuh dengan tantangan. Bagaimana tidak, untuk memasak saja kita harus mencari kayu bakar dulu baru bisa memasak. Waktu itu memang ada kompor yang tanpa kayu, hanya memakai minyak gas sudah menyala, tetapi bagaimana bisa nyala kalau gasnya tidak ada. Bagaimana bisa ada gas kalau tidak ada uangnya. Akhirnya aku dan nenekku mencari kayu bakar yang tidak jauh dari rumah untuk mendapatkannya. Kami sering dituduh mencari kayu yang masih menempel didahannya, karena milik orang. Padahal kami hanya mengambil ranting-ranting yang jatuh sisa orang panen. Kami tetap sabar dan ikhlas karena ada Allah yang tau kejadian sebenarnya.
Setelah kayu bakar sudah mengumpul, kami bergegas pulang dan langsung memasak apapun yang ada dirumah. Tahu dan tempe beserta sayur kangkung dan ikan sisa hasil mencari disawah orang adalah makanan sehari-hari kami. Masih sangat bersyukur waktu itu, ada yang bisa dimakan saja kami sangat senang. Kami yakin bahwa kehidupan kami saat itu adalah impian mereka yang dibawah kita.
Tahun demi tahun berlalu, aku dan adik-adikku sudah tumbuh dewasa. Kini usiaku menginjak 25 tahun. Aku sudah beristri. Aku menikah ditahun 2019 lalu dengan seorang pria yang sangat ku cinta. Kehidupan sekarang sangat jauh dibanding dulu. Untuk memasak kita sudah tidak perlu lagi menggunakan kayu bakar. Tidak perlu repot-repot mencari. Mungkin itulah yang dinamakan RODA PASTI PERPUTAR. Meskipun kami belum kaya, tapi untuk bisa makan sehari-hari tanpa memungut saja kami sangat bersyukur. Intinya tetaplah semangat jangan menyerah walaupun susah tetap optimis menjalani hidup. Tidak mungkin Allah memberi cobaan diatas batas kemampuan Umat-Nya kan.